thoughts

Cita-cita Kecil

October 13, 2017

Subuh ini, saya menyempatkan diri membuka facebook saya yang sudah dilapisi debu beberapa senti, saking jarangnya saya lihat. Dan, baru saja membukanya, saya sudah disuguhkan status inspiratif oleh teman panutan saya, yang sampai saat ini tidak berubah (seperti saya...) dan malah makin baik. Semoga Allah selalu melindunginya dan orang-orang baik selalu membersamainya, aamiin.
Status beliau ini tentang keikhlasan guru, yang apabila kelak anak muridnya menjadi lebih hebat darinya yang notabene 'hanya' seorang guru, dia justru bangga. Dan tentunya, bahagia.
Saya sangat setuju, dan mau tidak mau saya dan pikiran naif saya beranggapan, semua orang akan begitu. Memiliki pola pikir guru. Sayang sekali, dunia tak sebaik itu, kawan. Kalaulah semuanya se legowo guru, tak kan ada orang-orang ambisius yang ingin mencapai jabatan-jabatan tertinggi. Kalaulah semuanya berperspektif sama, setiap orang hanya ingin orang yang dididiknya berhasil, dan seperti efek domino, maka semuanya akan begitu. Tak tercipta politikus-politikus ambisius seperti yang sekarang.
Menjadi guru itu mulia. Saya sendiri ingin menjadi salah satu diantara orang-orang berhati besar tersebut. Tentu bahagia rasanya jika orang yang kita didik, kita bimbing, kita sayangi, menjadi seseorang yang dia inginkan, orang yang telah menjadi 'orang'. Pasti membahagiakan, dan menimbulkan perasaan haru tersendiri. Karena saya pernah merasakan, orang yang saya bina sudah berhasil. Dan, tidak pernah terbersit dalam pikiran saya untuk iri, kan saya yang ngajarin dia, kenapa dia lebih hebat? Harusnya saya kan yang bisa ambil kesempatan-kesempatan besar tersebut, karena saya yang bimbing dia. Tapi, nyatanya tidak. Mungkin karena itu saya tidak bisa disebut orang ambisius, dan saya dulu minder karenanya. Saya ternyata lebih suka membagi apa yang saya miliki, daripada saya harus masuk arena bertarung hanya untuk kepuasan saya. 
Intinya, dunia ini seimbang.
Kita membutuhkan orang-orang berjiwa besar, untuk menciptakan orang-orang hebat lainnya yang akan membesarkan impian si jiwa besar tersebut.
Baiklah, kita sudahi dulu. Karena subuh beberapa menit lagi.
Jangan lupa berbahagia dan membahagiakan:)

love

Cinta yang Rasional

October 08, 2017


Kalau kau bilang cinta itu buta, mungkin aku sedikit mengiyakan. Karena, orang yang (maaf) buta, biasanya punya sensitifitas yang lebih baik dibanding yang memiliki penglihatan normal. Jadi, rupanya saja yang tak tampak olehnya, tapi yang lain bisa dirasakan.
Begitu juga cinta. Meski munafik rasanya kalau ku katakan tak melihat tampang. Karena dalam salah satu riset, jatuh cinta selalui diawali oleh pandangan. Bukan masalah rupawan tidaknya, namun hal pertama yang dilihat seseoranglah yang bisa mengawali satu perasaan. Mengawali ketertarikan. Jadi, mungkin cinta tidak buta-buta amat.
Tapi bagiku, cinta haruslah rasional. Entah egoku yang terlalu tinggi, entah aku yang terlalu banyak teori. Cinta tidak ngoyo. Cinta tidak membenarkan yang salah. Cinta, harus sejalan dengan prinsip yang kupegang.
Misalkan, aku cinta pada seorang lelaki. Boleh dikatakan dia hampir sempurna, dan dia juga memiliki perasaan yang sama. Namun, secinta-cintanya aku padanya, jika kelak dia meneruskan aktivitasnya yang bagiku merusak dia dan masa depannya, setelah puluhan kali kuingatkan, aku lebih baik mundur. Aku bukan anak remaja yang ngoyo. Mesti sama dia. Kalau aku sudah coba, dan ternyata sepertinya tidak mungkin hidup seperti itu dengannya, aku pergi. Lebih baik aku sakit hati di awal, sedih, nelangsa, namun aku bangkit lagi. Daripada aku harus menelan kekecewaan seumur hidup bersama orang yang salah.
Cinta diumur segini, bagiku haruslah begitu.
Mencari orang yang mau tumbuh dewasa denganmu, mau mendengarkan dan memperbaiki dirinya. Dan untukku, aku juga harus mau memperbaiki diriku. Walau sama-sama tak sempurna, tapi ketidaksempurnaan itulah yang sama-sama membuat kami bisa belajar.
Cinta itu rasional, kok. Kamunya aja yang terlalu emosional.

thoughts

Berdamai dengan Masa Lalu

October 06, 2017

Umur saya 22 tahun. Beberapa detik yang lalu, itu sudah masuk dalam masa lalu saya. Saat ini, saya sedang menulis. Dan saya sedang menulis masa lalu saya.
Ribet nggak sih?
Itu hanya intro. Yang saya ingin bahas, ya masa lalu itu. 
Banyak orang, masih hidup dengan bayang-bayang masa lalunya. Sibuk berkelana mencari pembenaran masa lalu, atau sibuk meratapi masa lalu. Sedang sebagian lagi, berusaha mati-matian melupakan masa lalunya. Kalau pernah baca novel Hujan, mungkin teman-teman akan paham betapa seseorang berupaya melupakan masa lalu yang dianggapnya menyakitkan.
Namun, bagi sebagian orang, masa lalu patut untuk diingat dan dielaborasi. Entah itu masa lalunya, atau masa lalu orang lain (baca: sejarah hidup orang lain). 
Bagaimanapun, masa lalumu adalah bagian dari dirimu. Memisahkan sesuatu yang sudah menjadi bagian dari diri, adalah hal yang tidak mudah. Pribadimu yang terbentuk saat ini, lahir dari masa lalu. Jangan kamu serba menyalahkan masa lalumu. Hei, kamu yang sekarang tegas itu kan juga lahir dari didikan orangtuamu di masa lampau. Masa lalu bukan sekedar hal-hal buruk, atau luka-luka tak berdarah. Kelahiranmu, kelahiran adikmu yang kamu sayangi, itu masa lalu.
Soal masa lalu yang menyedihkan, sudahlah. Cobalah berdamai dengannya.
Lihat dirimu yang sekarang, syukuri bagaimana hidupmu saat ini.
Jangan terus hidup dengan menoleh kebelakang. Kalau nabrak, sakit lho.
Kamu tahu cerebellum? Ya, itu otak kecil. Letaknya? Dibagian belakang. Dan salah satu bagian dari otak kecil itu namanya sereberoserebellum, fungsinya menyimpan memori.
Ah, Tuhan memang maha bijak. Otak kecil, berfungsi sebagai penyimpan memori. Terletak dibelakang kepala.
Artinya?
Masa lalumu, sudah tertinggal dibelakang. Sekali-sekali, bolehlah kamu toleh. Untuk mensyukuri apa yang ada saat ini, dan tidak mengulangi kebodohan yang lalu.

life

Sesuai Jalur

October 06, 2017

Saya suka memperhatikan orang-orang disekitar saya, dan kadang, orang yang baru saya temui pun saya ajak ngobrol. Mungkin udah bawaan, mulut ini pengennya gerak terus. Bagi saya, mendengar cerita orang lain sama dengan diberi kesempatan memasuki sedikit bagian dari kehidupannya. Jarang-jarang kan, bisa mengetahui potongan dari kehidupan seseorang. Mana tau beliau kelak menjadi seorang gubernur, siapa tau kan. Dan kita sudah lebih dulu tau perjalanan hidupnya.
Dan dari banyak orang yang saya temui, semuanya memiliki jalan hidup yang berbeda-beda. Memiliki rintangan yang tak sama. Dan pula, cara menghadapi masalah pun berbeda. Ada yang penuh tangis, ada yang jatuh dulu, kemudian langsung berlari, dan ada yang tetap tersenyum, berdamai dengan keadaan. Menjalani takdir Tuhan sebaik yang dia mampu. Untuk yang disebutkan terakhir, saya acungkan semua jempol yang saya miliki.
Untukmu yang sedang berjuang, apapun masalah hidupmu, semoga Tuhan kokohkan pundakmu, lapangkan dadamu, dan luaskan sabarmu.
Untukmu, jangan terpaku pada hidup oranglain. Apa yang mereka anggap sukses, belum tentu baik bagimu.
Saya percaya, Tuhan punya rencana yang baik bagi orang-orang yang menjalaninya dengan legowo.
Dan ketika semua sudah terlewati, kuharap kau tak menjadi jumawa.
Tetaplah menjadimu yang sederhana.

sepenggal cerita

Tanpa Batas

September 27, 2017

Aku ingin bebas mengarungi setiap samudera yang kulalui.
Aku ingin menari bersama angin, dan menyapa tiap bunga yang kulalui
Aku ingin bersinar bersama matahari, bulan, dan bintang
Aku ingin serupawan pelangi yang dinanti kala usainya hujan
Aku ingin bebas, mereguk setiap oksigen yang masih cuma-cuma
Aku ingin bebas, tanpa batas memeluk alam-Mu

random

Manusia Instagram

August 18, 2017

Berdasarkan pengamatan amatiran saya, orang jaman sekarang mudah sekali menilai orang yang lainnya hanya dari potongan kecil kehidupan yang 'muncul kepermukaan'. Kayak, postingan di instagram, instastory instagram, dan printilan instagram. "eh, si anu itu galau melulu ya kerjaannya! liat deh postingannya itu melulu". Sampai-sampai saya mikirnya instagram ini adalah representasi kepribadian si empunya :D Apakah benar begitu?
Bagi saya tidak.
Menurut saya, ada beberapa jenis manusia yang berseliweran di jagad per instagram an. Yang pertama, tipe manusia yang melakukan pencitraan dengan media sosialnya. Dia posting konten-konten yang memang ingin dia tampilkan, dan dengan postingan itu dia berharap, orang yang melihat menganggap dia seperti itu. Weleh, ribet amat bahasanya ya. Simpelnya, dia posting quote galau, padahal dia nggak galau. Tapi, karena dia pengen cari perhatian, maka dia posting lah segala konten galau itu, alhasil direct message dia penuh oleh pertanyaan "Kamu kenapa? Abis putus yah?" dan menjadi bahan perbincangan khalayak (kalau dirasa cukup penting bagi khalayak, pastinya!). Trus dia balasnya "enggak apa-apa kok hehehee"
Yang kedua, tipe yang memang membagikan semua apa yang dia rasakan, dia alami, dia lakukan, dia pikirkan. Intinya, apa-apa dia update. Manusia begini nih yang pasca putus langsung unggah quote-quote bijak.. Dan penilaian khalayak tidak salah, pas dia posting quote patah hati, ya emang dia patah hati. Orang yang mudah dibaca, seperti buku yang terbuka. Dan kalau ditanya, bisa jadi dia malah curhat colongan.
Dan yang ketiga... Dia emang tipe manusia yang membagikan konten, ya karena emang suka, dan pengen posting aja. Dia nggak berharap ada efek lanjutan dari postingannya, kalau dia posting kalimat-kalimat bijak, ya dia pure suka dengan kalimat itu, bukan berarti dia ada di posisi itu. Biasanya orang jenis ini bakal sebel kalo postingannya diomongin dibelakang. Lah wong aku cuma pengen aja. Mesti ya, ada alasan kenapa aku suka?!
Jadi, kalian masuk manusia instagram tipe yang mana? Yang jelas, tipe apapun kalian, semoga semua akun media sosial kalian dapat dimanfaatkan dengan sebijak-bijaknya. Jangan kayak saya, isinya follow olshop doang :'D

sepenggal cerita

Alanna

August 18, 2017

Gadis itu duduk di tepian tempat tidurnya. Perasaannya campur aduk. Cemas, tapi bahagia. Ada perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dan perutnya terasa melilit, namun bagaimanapun, hari ini, untuk pertama kalinya ada seorang lelaki yang akan datang ke rumah, menemui ayahnya. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah teman satu komunitas relawan yang sudah diakrabinya saat masih berstatus mahasiswa tahun akhir. Alan namanya. Ia tidak pernah begitu dekat dengan lelaki manapun, termasuk Alan.
Ah, mari kita flashback sebentar. Pertemuannya hanya saat rapat dan bila ada agenda. Mereka pun tidak satu divisi, jadi jarang bertemu. Namun, siapa sangka. Alan ternyata diam-diam memperhatikannya. Dan tidak sulit bagi Alan untuk menghubunginya. Pertama-tama, hanya menyapa. Bertanya tentang buku-buku yang dibacanya, karena Rianna, nama gadis itu, sangat suka membaca. Dia tau Alan hanya berbasa basi, karena Alan, walaupun ia cerdas, bukanlah penggemar berat buku seperti dirinya. Paling banter juga baca komik, dan selebihnya baca buku kuliah dan listrik-listrik itu. Alan lebih suka praktik lapangan, seperti membuat alat-alat atau apapun yang Rianna tidak paham. Ia mendengar itu dari teman-temannya yang sering heboh membicarakan Alan. 
Pesan-pesan itu mulai sering berdatangan, kadang Rianna bingung sendiri membalasnya. Kadang, ia biarkan saja pesan itu semalaman. Dan ia balas diwaktu yang ia rasa Alan tidak akan langsung membalasnya. Bikin pusing saja. Rutuknya. Aku udah dipusingkan sama proposal yang belum kelar dan target wisuda. Nggak ada waktu mikirin itu. Pikir Rianna sebal.
Namun itu setahun yang lalu, kini Rianna sudah menyelesaikan studinya, dalam waktu empat setengah tahun. Dan kini ia sibuk belajar membuat kue, sambil mendaftar kerja. Nama Alan sudah tak lagi teringat olehnya. Alan pun dengar-dengar sudah bekerja di salah satu perusahaan milik negara. 
Usia Rianna mendekati 24 tahun bulan September ini. Masih muda, memang. Namun, jangan lupa. Merupakan tradisi disini orang-orang bertanya mengenai hubungan asmara seseorang dan ingin tau apakah orang tersebut sudah punya calon. Salah satu topik menarik, memang. Rianna salah satu korbannya. Paman dan bibinya seringkali bertanya pada ayah dan ibunya, apakah Rianna sudah punya calon. Mereka cuma senyum dan jawab "dia mau bisnis kue dulu katanya".
Rianna belum begitu memikirkan kenapa dirinya sampai saat ini masih sendiri, dan dia nyaman-nyaman saja. Dia belum pernah pacaran, bukan karena dia sangat amat menentang pacaran. Memang, pacaran itu tidak diperbolehkan agama, dan ia tau. Namun, disamping itu, ia memang tidak pernah kepikiran untuk pacaran ataupun hubungan sejenisnya. Baginya, itu buang-buang waktu, dan uang. Cukuplah jika tiba waktunya, mungkin lelaki itu akan datang. Berkat santainya ia akan hal itu, ibunya kadang gemas melihatnya. "Kalau nggak kamu cari, gimana dapatnya. Dijodohin pun nggak mau" tapi Rianna selalu punya alasan.
Sebenarnya, tidak sedikit lelaki yang mencoba mendekatinya, selain Alan, tentu. Ada yang sudah hampir datang kerumah, tapi ia tolak. Dan dengan begitu teman-temannya selalu bilang dia pemilih. Rianna tidak peduli. Ia yakin, bila tiba saatnya, maka perasaan 'berbeda' itu akan hadir.
Kini, Rianna sudah membuka orderan kue, meskipun kecil-kecilan, cukup baginya untuk tidak meminta uang lagi kepada orangtuanya untuk keperluan sehari-hari. 
Dan saat sedang merekap orderan, smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja berbunyi. Ada whatsapp.
"Mba, masih bisa order kuenya? Untuk tanggal 4 Juli
Eh, maaf ketinggalan. Assalamu'alaikum."
 "Wa'alaikumsalam"
"Iya, masih bisa. Mau pesan kue apa?"
"Yang paling enak apa mbak?"
"Yang paling sering dipesen sih oreo cheese cake"
"oo.. itu mbak suka?"
"hah? Maksud?"
"iyaa.. mbak suka ndak oreo cheese nya?"
"kalau saya pribadi suka yang ogura cheese cake. Saya kurang suka yg terlalu manis"
"ooh, kalau itu saya pesen yang ogura aja deh mbak. berapa mba?"
Rianna menyebutkan harganya.
"oya mau di jemput ketempat atau via gosend?"
"biar saya jemput aja mbak. tanggal 4 sore bisa ya, mbak?"
"bisa. bentar, saya kasih alamatnya dulu"
Setelah mengirimkan alamatnya, Rianna kembali melanjutkan aktivitas yang sebelumnya. Tapi, dia lupa. Pakai kartu ucapan nggak ya dia. Pikirnya. Ada juga pelanggan yang baru ingat saat hari H, kepepet cari kartu ucapan, dan jadinya kurang bagus. Ah, nggak usah tanya deh. 

sepenggal cerita

#2

August 15, 2017

150817
//
Saat rupa tak lagi kau nomer satukan,
saat ketaatan pada Rabb-nya kau kagumi
saat itulah kau sadar
bukan seorang yang menghadirkan degub kencang
bukan seseorang yang membuat pipi merona
tapi, dia
yang meneduhkan dan menaungilah yang kaucari
karena rumah yang kau cari
perasaan itu haruslah menetap
bukan sekejap
//

life

Wanita dan Pendidikan

August 13, 2017


Akhir-akhir ini, ada postingan viral mengenai pendidikan dan wanita, bahwa wanita tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi, percuma wanita sekolah tinggi-tinggi sampai S3, S teler... Dan entah saya yang salah tangkap, sepertinya inti tulisan itu menyiratkan bahwa wanita yang penting mau dan dapat mendampingi suaminya, di suka maupun duka. Dan itu tidak butuh pendidikan yang tinggi.
Eh?
Jujur, saat membacanya, alis saya jadi naik sebelah. Cukup kaget, di era seperti ini masih ada yang berpikiran seperti itu. Tapi, tentu saya tidak bisa menyalahkan si penulis, dan saya juga tidak menyalahkan bila ada teman-teman yang punya prinsip seperti yang saya sebutkan diatas. Wanita―dan disini konteksnya istri―memang berperan sebagai pendamping bagi suami, dan suami sebagai nahkoda bagi bahtera rumahtangga. Untuk praktiknya, mungkin saya belum bisa gambarkan karena saya sendiri sampai saat ini belum berumahtangga.
Namun, izinkan saya yang pengetahuannya terbatas ini menyampaikan opini saya. Bagi saya pribadi, pendidikan bagi wanita itu bagaikan akar, yang akan menghujam ke tanah, menyerap sari-sari makanan sehingga tanamannya bisa tumbuh subur dan berbuah lebat, dengan rasa yang nikmat. Begitu pula pendidikan, ilmu yang seorang wanita dapatkan kelak akan berbuah manis, tidak hanya bagi wanita tersebut, bisa jadi manfaat untuk suami, anak-anak, dan masyarakat. Mengenyam pendidikan itu, bukan hanya masalah materi yang didapatkan saat duduk manis di bangku perkuliahan, tapi lebih banyak didapatkan saat proses menempuh pendidikan tersebut. Lets say, saat berorganisasi, KKN, atau menjalankan praktik lapangan. Dengan bertemu orang-orang baru juga memperkaya pengalaman dan pengetahuan. 
Saya juga meyakini, wanita yang memiliki pendidikan terbaik, akan mendidik anak-anaknya dengan baik pula. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ibu dengan pendidikan yang baik tentu akan memberikan pengajaran terbaik bagi anaknya. Pendidikan bukan semata-mata untuk memenuhi ego pribadi dan untuk dibangga-banggakan, seorang wanita dengan pendidikan yang baik tentu memiliki jiwa ingin belajar dan rasa ingin tau yang baik, serta orang yang senantiasa mau menerima informasi dan pengetahuan yang akan memperkaya dirinya. Bukan hal yang mudah lho melanjutkan pendidikan lagi, belajar lagi, bersusah-susah penelitian lagi, perlu upaya ekstra lho, ngomong-ngomong.
Dan yang terakhir, pesan bagi setiap lelaki: jangan minder duluan. Saya adalah salah satu wanita mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan saya ke pascasarjana. Banyak banget yang ngasih wejangan "mi, gak usah S2 dulu. Ntar nggak ada cowok yang mau"Atau "S2? Nanti cowok pada takut. Ntar telat nikah" Yah, belum tentu mau lanjut atau enggak, udah ditakut-takutin duluan.Ya Allah :') Beneran, tujuan saya S2 pure karena saya pengen mendalami bidang saya. Bukan, bukan untuk bangga-banggaan, bukan pula untuk menyaingi lelaki, apalagi bikin laki-laki takut :(
Bagi lelaki, jadilah laki-laki yang berprinsip dan penuh tanggung jawab. Jangan jadi lelaki yang belum apa-apa udah takut, minder duluan, merasa ndak pantes. Ada lho lelaki begitu, padahal bisa jadi gayung bersambut, kan?Sekian coretan saya di Minggu yang cerah ini, semoga masih bertemu di Senin!

sepenggal cerita

#1

August 11, 2017

110817
//
Akan tiba waktu dimana kau tak lagi sendiri ketika terjaga di pagi hari,
akan tiba waktu dimana kau tak perlu masak mie instan untuk sarapan pagi,
akan tiba waktu dimana baju-bajumu tak lagi terserak, tak jelas yang mana yang bersih dan yang mana yang kumuh,
akan tiba waktu dimana saat susahpun terasa senang,
akan tiba waktu dimana malam tak lagi sepi,
akan tiba waktu, dimana ada yang bertanya kapan kau pulang
tenang, akan tiba waktunya
untukmu,
sang penanti sejati
//

thoughts

Mengeluh

August 11, 2017


Adakah diantara teman-teman yang punya kenalan kerjaannya ngeluuuuuh terus. Ngeluh pangkat tiga, kerjaannya ngeluh. Kalo nggak ada yang bisa dikeluhkan, dia mulai mencari-cari celah untuk bisa mengeluh. Atau, itu kamu sendiri, si tukang ngeluh?
Hayoo, ngakuu :D
Saya juga masih suka ngeluh, sejujurnya. Cuaca panas banget lah, hujan lebat banget lah, anginnya kenceng banget lah, mungkin yang denger mikir: maunya apa sih nih anak -_- Dan pada akhirnya saya diem dan muak denger keluhan saya sendiri.
Menurut saya, ngeluh itu penyakit. Soalnya, kalau udah terbiasa ngeluh, akan terbentuk habit kita untuk terus mengeluh. Nggak peduli senyaman apa suatu tempat, atau sesejuk apa udara diluar, kalau udah kebiasaannya ngeluh, pasti ada aja yang dikeluhkan. Dan jeleknya lagi, kebiasaan ngeluh itu secara nggak disadari bisa melukai hati oranglain. Contohnya, lagi ditraktir bakso sama temen sebagai syukuran gaji pertamanya dia, dan warung bakso ini emang langganan si temen nih, dan dia selalu ngebanggain bakso favoritnya tersebut. Pas pesanan dateng, si tukang ngeluh ini alisnya keangkat sebelah trus komen "baksonya kecil-kecil banget" "iiih, banyak sayurnyaaa.." kalo temen kita sabar dan tau betul sifat kita ya alhamdulillah, eh taunya itu temen orangnya sensitif banget dan komentar kita si tukang ngeluh itu dicamkannya dihati. Kan bisa repot ya. Bisa-bisa dia nggak mau nraktir kita lagi karena mulut kita yang nyinyir ini. Dan parahnya lagi, pertemanan bisa terusik kedamaiannya karena kebiasaan ngeluh kita.
Mengeluh juga nggak menyelesaikan masalah. Ngeluh skripsi nggak selesai-selesai, karena sibuk mengeluh, bukan sibuk bikin revisi (aduh, itu saya banget). Yang harusnya kita perbaiki, malah sibuk dikeluhkan. Ya nggak selesai-selesai toh mbak.
Dan satu lagi, kebanyakan ngeluh dan tidak mensyukuri nikmat adalah salah satu pertanda kita kufur akan nikmat-Nya, jika sudah syukur itu yang kurang, sebanyak apapun nikmat dan rezeki kita, pasti tidak akan cukup, dan keluhan terus-terusan mengalir.
Yuk, kita syukuri setiap hal-hal kecil dihidup kita. Jangan mudah menganggap remeh dan mencari-cari keburukan tiap hal kecil. Percayalah... ketika hal-hal kecil yang kita keluhkan 'ditarik' dari kita, mungkin kita akan merasa kehilangan dan baru sadar kalau kita butuh hal itu :)
The thing you take for granted, someone else is praying for

life

The Art of Pursue

August 01, 2017


Tahun ini adalah tahun yang cukup hectic bagi sebagian dari kami. Ada yang sibuk skripsi, ada yang masih sibuk sama kuliahnya, ada yang udah wisuda dan apply S2 di Universitas luar Sumatera, ada yang cari kerja lamar sana-sini, dan ada yang (sepertinya) siap-siap untuk...dilamar. Dan masih banyak lagi. Ketika bertanya kabar ke teman-teman, jawabannya sudah mulai beragam. Yang biasanya kalau ditanya sibuk apa, dan jawabannya juga macam-macam. 
Kalau temen wisuda atau dapat kerja, kita dong yang seneng. Walaupun ada bagian dari hati kecil  yang bilang "kamu kapan?". Dan, pasti ada rasa kehilangan ketika temen wisuda atau merantau. Ada rasa kehilangan yang bersembunyi dibalik euforia kebahagiaan itu.
Dia yang biasanya mudah ditemui, kalau ke kampus ketemu. pulang bareng, sharing hal-hal masalah kuliah dan organisasi, diskusi... ah, satu persatu mulai pergi dan menyisakan rasa rindu. Disinilah teknologi dirasa sangat membantu menghubungkan satu sama lain. 
Ada juga yang sudah menikah. Rasanya kemarin dia masih pergi makan bareng kita, ketawa-tawa bareng, eh, sekarang udah jadi istri orang. Lucu nggak sih?
Dan lagi-lagi bagi yang menyaksikan life stage tersebut, akan menyisakan pertanyaan "aku kapan?"
Well, merasa ditinggal itu wajar, kok. Ketika hal-hal yang biasanya ada di keseharian kita mendadak hilang, pasti ada rasa kehilangan. Apalagi hal itu berkaitan sama diri kita. Pertanyaan-pertanyaan yang bikin sesak dada pasti ada :') Tapi ingat, tiap orang punya timing yang berbeda. Nggak ada jaminan siapa yang paling cepat wisuda, dia yang paling bagus karirnya, atau yang paling pintar diangkatan, pasti cepet lulusnya. Kadang pencapaian di kehidupan nggak selalu punya korelasi yang positif dengan pencapaian lainnya. Tuhan Maha adil. Bisa jadi yang paling mulus karirnya, dia mengorbankan target menikahnya untuk karir. Yang pertama wisuda, mungkin dia udah melalui ratusan malam tanpa tidur dan berkorban banyak hal. Dan, mungkin Tuhan menjauhkan satu hal dari kita, untuk kebaikan kita juga. Misalnya, kalau kita yang paling cepet lulusnya, jangan-jangan kita malah jadi sombong dan lupa diri!
Satu hal yang perlu diingat adalah: usaha. Berusalah semaksimal mungkin. Tentu ada yang harus dikorbankan. Ada juga yang biasanya 'nggak aku banget' tapi harus kita lakukan. Coba ingat-ingat pengorbanan kita sebelum-sebelum ini sehingga kita sampai ditahap yang sekarang.
Percayalah, God's time is perfect. 

thoughts

Dear Future

April 07, 2017


Walaupun saya hobinya ketawa, bukan berarti saya nggak bisa serius. Diumur yang udah lewat 22 tahun, mama selalu bilang "waktu mama seumur kamu, anak mama udah dua. udah ngerantau jauh ke ibukota" sedangkan saya masih dengan nyamannya berada disamping orangtua saya.
Saya sendiri tipe orang yang akan mengusahakan apa yang saya inginkan, dan saya tipe orang yang nggak cepet nyerah. Tapi, saya gampang muak. Susah ngejelasinnya, tapi menurut saya nggak cepet nyerah dan muak itu beda. Kapan-kapan lah saya bahasnya.
Dan menjelang saya lulus (secepatnya), orangtua selalu kasih opsi saya mau ngapain kelak. Mau lanjut S2 dulu kah? Mau kerja dulu? Mau kursus masak? (oke, itu saya yang pengin) atau....
langsung menikah?
What? Dulu, setidaknya setahun yang lalu. Saya kira nikah itu enak. Menyempurnakan separuh agama, dan keindahan lainnya. Tapi setelah dipikir-pikir, mungkin bakal ada sisi nggak enaknya juga. Saya nggak maksa yang baca untuk punya sudut pandang yang sama dengan saya. Kalau menurut kalian nikah itu selalu positif, ya silakan. Saya ngeh setelah deep conversation sama temen saya. Yang bikin saya setuju adalah "lo yakin langsung klop sama orang yang baru lo kenal dalam hitungan bulan? Atau bahkan hari? Lo bakal tinggal satu atap sama dia, berbagi semua printilan hidup lo yang biasanya cuma orang terdekat lo yang tau, dan sekarang, those stanger trying to came into your life. You will wake up and see his face, everyday. Ngga bosen?"
Iya juga, ya? Tapi, tentu saya nggak nelan mentah-mentah semua perkataan temen saya dan coba debate opininya. Tapi, poin saya bukan itu. Saya baru sadar nggak semudah itu membuat sebuah keputusan setelah berkenalan dengan beberapa orang, dan ujung-ujungnya selalu berakhir dengan saya yang walk out duluan. Karena saya selalu nemuin apa yang saya nggak suka, dan nggak mempertimbangkan positifnya mereka. Apa ada yang salah dengan saya?
Setelah saya pikir-pikir, mungkin saya belum ketemu the right one aja. Karena orang yang tepat selalu hadir di saat yang tepat. Jangan keburu-buru sih, itu intinya.
Oke, saya mau ngampus dulu. Semoga bisa kembali dengan beberapa pemikiran yang baru dan diskusi hangat dengan teman-teman mungkin bisa membantu.

random

Kembali

April 06, 2017

Hai! Setelah post yang sebelumnya berjudul 'pamit' sekarang post 'kembali' aja deh biar nyambung. Padahal saya nggak pamit kemana-mana sih. Lagi sibuk ngurusin skripsi dan hectic banget rasanya. Kalau ada waktu luang malah nontonin youtube dengan segala kontennya yang random. Mulai film dakwah kreatif, tips diet (nahloh), make up, sampai video absurd tapi kocak abis. Pokoknya beneran random. Dan ngeliat laptop udah sakit kepala duluan, karena kalo liat laptop inget proposal yaa. huhu. Tapi gimanapun itu tanggung jawab saya yang harus diselesaikan secepatnya. Nah, mumpung udah berminggu-minggu bergulat sama skripsi, saya mau ambil break (haha) sehari dulu. Gara-gara nggak pernah rampung ngedit template blog ini. Akhirnya selama 24 jam terakhir, saya mendem dikamar sambil ngedit kode-kode itu. Terakhir ngedit pas kelas 2 SMA, jadi udah agak lupa gimana caranya. Alhasil ya googling sana sini. Beda banget ya pas sembilan taun yang lalu belum banyak blog yang ngasih cara edit javascript. Lah sekarang udah banyak banget.
Hmm mungkin itu dulu ya, saya mau kembali ngedit proposal ini :')
Daah!
*dapet bonus foto panda nih. Dia ngantuk, sama kayak aku


thoughts

Pamit

March 14, 2017


Kalau ada orang terdekat kalian yang tiba-tiba ngirim kalimat 'saya pamit dulu ya' apa reaksi kalian? kaget? sedih? desperate? guling-guling di lantai?
Menurut saya lebih baik tanya dulu maksud dia apa, daripada udah hiperbol banget nanggepinnya. Siapa tau dia becanda. he he he.
Akhir-akhir ini saya pengen bikin postingan pamit gitu, buat seseorang. Iya. Kalo saya ngomong langsung nggak berani. Takut dianya nganggep saya aneh bin ajaib. Atau dianya malah nanya "aku salah apa?" kan ga enak..
Sebenernya, nggak ada yang perlu dicemaskan kalau saya pamit. 
Jangan terlalu sedih dengan perginya saya (lah kok geer banget dia bakalan sedih?)
Kadang, kalau ada seseorang yang pergi meninggalkan yang lainnya, orang cenderung iba ngeliat yang ditinggalin, dan menganggap yang meninggalkan 'nggak berperasaan'
Tapi, pernah nggak sih kalian mikir, kalau yang pergi itu justru lebih sakit? Lebih berat rasanya, memutuskan pergi dari sesuatu atau seseorang yang kita sayangi, kita butuhkan. Belum lagi banyak yang nyalahin, dan cuma menghibur 'yang ditinggalkan'. Padahal, keputusan buat pergi itu sama beratnya seperti yang ditinggalkan. Menoleh kebelakang, ngeliat sedihnya orang yang ditinggalkan, rasanya pengen balik lagi dan nggak mau pergi :')
Dan kadang, kita suka berburuk sangka. Pergi bukan berarti dia benci dengan apa yang ditinggalkan. Bisa jadi dia pergi karena rasa yang terlalu dalam. Takut menyakiti dan menodai apa yang dia sayangi, lebih baik dia pamit, mungkin kalau sudah ditakdirkan, dia akan kembali. 
Begitu juga saya. Bukan hal yang mudah memantapkan hati untuk pamit dan pergi, tanpa kata-kata perpisahan. Bukan karena saya benci, bukan. Saya cuma pengen dia lebih baik, dan saya lebih baik lagi. Saya nggak bakal pergi selamanya, dan selama saya pergi, saya bukannya ngelupain dia, kok. Ada cara terbaik untuk mencintai orang lain, yaitu dengan mendoakan. Doa-doa itu akan bertemu di langit. Masih adakah yang lebih indah dibandingkan itu?
Ini sebuah perjuangan, menurut saya. Kalau meninggalkan apa-apa yang kamu benci, tentu mudah. Tapi kalau apa yang kamu cintai? Kamu butuhkan? Tentu susah. Tapi kamu pergi justru karena ingin menghargainya dan dirimu.
Baiklah, saya pamit dulu, ya. Suatu saat kita bakal bertemu lagi, insyaAllah.


P.S: Jangan serius banget bacanya, saya nggak kemana-mana kok:)

love

Bapak

March 12, 2017

Postingan berikut ini bukan karya saya, melainkan dari blog Kurniawan Gunadi. Dan di suaracerita ada versi narasinya gitu, yang bikin seorang dokter rekan mas gun. Baiklah, selamat membaca, semoga tak mengharu biru seperti saya yang suka sekali membacanya berulang kali :')




Bapak adalah laki-laki paling khawatir saat anak perempuannya jatuh cinta. Ketika usia anaknya bertambah menjadi kepala dua. Bukan kepalang beliau siang malam memikirkan segala kemungkinan. Laki-laki seperti apa yang akan anak perempuannya nanti ceritakan. Cerita yang mau tidak mau seperti petir di lautan siang-siang.
Kekhawatiran itu tidak  berlebihan. Sebab sepanjang pengetahuannya, tidak ada laki-laki yang baik di dunia ini kecuali dirinya sendiri. Untuk kali ini, Bapak boleh menyombongkan diri. Karena kenyataannya memang begitu. Tidak ada laki-laki yang cintanya paling aman selain bapak. Ibu sendiri mengakui. 
Bapak adalah laki-laki yang paling takut anak perempuannya jatuh cinta. Laki-laki mau sebaik apapun tetaplah brengsek baginya, berani-beraninya membuat anaknya jatuh, cinta pula. Sudah dibuat jatuh, dibuat cinta pula. Benar-benar tidak masuk akal.
Malam itu, ketika dikira anak perempuannya terlelap. Bapak berbicara kepada ibu di ruang tamu. Tentang segala kemungkinan yang terjadi bila anak perempuan satu-satunya diambil orang. Tentang sepinya rumah ini. Tentang masa tua. Tentang hidup berumah tangga. Kukira bapak berlebihan. Tapi warna suaranya menunjukkan kepedulian.
Aku yang sedari tadi pura pura tidur, mendengarkan. Semoga aku bertemu dengan laki-laki yang lebih bijaksana dari bapak. Karena aku membutuhkan kebijaksanaannya untuk memintanya tidak meninggalkan bapak dan ibu sendirian.
Ku harap ada yang meng-aamiin-kan.

Islam

Cinta

March 08, 2017

Kenapa postingannya baper terus, sih? Cinta... Lagi jatuh cinta, ya?
Jangan biarkan kamu terjebak terlalu lama dengan penilaian awalmu. Mungkin persepsi yang terbentuk dibenak teman-teman, kalau ngomongin cinta, cinta ke pasangan, bukan begitu?
Mungkin teman-teman lupa, ada banyak jenis cinta di dunia ini. Cobalah sekali-sekali jangan baca status atau like quotes galau di instagram, beli buku yang bagus, atau pinjem, nah insyaAllah banyak hal baru yang teman-teman dapatkan. Nah, kembali ke bahasan cinta, temen-temen tau kan, cinta itu banyak jenisnya. Ada cinta kepada kedua orangtua, cinta kepada anak, cinta pada pasangan, cinta karena persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah), dan (ini yang salah) cinta harta. Kali ini saya ingin nulis tentang cinta dalam persaudaraan sesama Islam.

Bagi teman-teman yang udah baca Dalam Dekapan Ukhuwah karya Salim Akhukum Fillah, pasti sudah mengetahui indahnya persaudaraan yang tercipta karena iman. Indah sekali, karena iman itu bagaikan akar pohon, dimana semakin kuat akarnya, maka goncangan dan terpaan angin yang kencang tidak mudah menumbangkan si pohon. Saya terkesima baca satu kisah didalamnya, dimana seorang Rabi Yahudi (kalau tidak salah namanya Hosein) yang menunggu dengan yakin datangnya Rasul utusan Allah, dan seketika setelah bertemu, Hosein langsung mengucapkan kalimat syahadat. Disaat itu pula Rasulullah membuatnya tersentuh (saya sulit mencari kalimat yang pas) karena menganggap Hosein adalah saudara, saudara yang disatukan dengan keimanan, iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sungguh menakjubkan.
Saya yakin, sampai saat ini masih ada persaudaraan yang disatukan karena iman. Persaudaraan yang didalamnya tak pernah kering, karena orang-orang yang diikatnya saling mendoakan, saling mengingatkan, tidak ada persaudaraan yang lebih indah selain itu. Tidakkah teman-teman ingin memiliki persaudaraan yang sebegitu indahnya? Saya ingin. Karena didalamnya tidak ada perkataan yang mubazir, dan saling mencintai karena Rabbnya. 
Satu kalimat dari teman saya yang selalu saya ingat
Mi, apapun yang terjadi, saya selalu sebut ami dalam rabithah. Selalu.
Dan saya berpendapat, saya masih dibukakan pintu hati sampai saat ini, karena doa wanita lemah lembut itu. Yang saya sayangi seperti adik, kadang seperti kakak saya. Kalimat yang pendek, tetapi saya selalu ingat. Dan mungkin dengan begitu banyaknya kelakuan saya yang bikin dia kecewa, tapi dia selalu ada buat saya... dan saya merasa sangat beruntung menemukan satu sahabat seperti ini. Mungkin ini yang disebut ukhuwah. Dan saya mencintai sahabat saya, karena cintanya pada Allah.
Jika kelak kamu masuk surga, dan nggak nemuin ami didalamnya, tolong cari ami di neraka dan bilang sama Allah kita pernah berjuang bersama..

Postingan ini saya dedikasikan untuk sahabat seperjuangan saya, yang menemani hijrah saya, mengetahui titik terendah dalam hidup saya, hingga saya yang lalai ini kembali tersadar. Terimakasih untuk doanya, sepertinya doamu terkabul.



Islam

Sarapan Pagi

March 06, 2017

Andai kamu tahu bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu, pasti hatimu akan meleleh karena cinta kepada-Nya
(Ibn Qayyim Al Jauziyyah)

Cinta yang sebenarnya:')

life

Betah Sendiri

March 04, 2017


Kalau reunian sama temen-temen lama, kayak temen SMA, mereka pasti nanyain "masih jomblo nggak?" "kok sendiri aja?" atau "tapi pasti ada yang kamu suka kan?" dan biasanya jawaban saya "hehehehehe". Dan akhirnya banyak pertanyaan bermunculan di benak, seperti layaknya pop-up gitu. Diantaranya "emang salah ya kalo umur segini masih single? masih kuliah juga". Iya, saya masih punya banyak tanggung jawab yang harus sala selesaikan. Tanggung jawab sebagai mahasiswa, sebagai anak dari papa mama saya, sebagai anggota dari sebuah forum, dan tanggung jawab lainnya yang bahkan belum saya selesaikan. Masa saya harus nambah kerjaan dengan ngurusin hidup satu orang lagi, yang mungkin lebih complicated dari hidup saya? Malesin banget kan. Sebenernya hubungan romantis diluar nikah kan emang dilarang sama agama, itu salah satu alasan saya nggak punya pasangan dan mikir ribuan kali untuk punya pasangan (sebelum nikah). Dan kalau melontarkan alasan itu temen-temen ada aja yang mencibir. Padahal kan itu prinsip, ya. Makanya saya masih single. Dan banyak alasan disamping prinsip utama itu. Saya juga sebel dikepoin, sebenarnya. Ditanyain "udah makan belom?" "udah sholat belom?" "semangat ya proposalnya" memang terkesan perhatian, dan dulu emang sempat seneng sih diperhatiin. Tapi lama-lama saya eneg sendiri. Muncul lagi pertanyaan "nih orang nggak ada kerjaan nanyain beginian? apa manfaatnya dia nanyain gituan? toh gue tetep bisa berbohong dengan jawab udah, dan dia percaya aja" seriusan deh. Dulu saya pernah juga kok pdkt atau apalah namanya, dan pernah juga di pdktin. Tapi lama-lama saya yang bosen. Maksudnya... I expect more for my future relationship. Menurut saya lebih baik dia ngurusin urusan yang bikin hidup dia lebih berguna (kayak selesain tugas akhirnya) dan saya siapin proposal saya. Itu lebih baik, kan? Jadi sibuk saya dan sibuknya dia itu berguna. Setidaknya, berguna biar kami cepet rampung S1, cari pengalaman atau kerja, dan nikah.
Alasan selanjutnya, saya mudah terbagi perhatiannya. Nanti saya malah sibuk ngeladenin chatnya dia. Nggak deh.
Dan yang terakhir, sebenarnya saya bukannya gak pernah suka-sukaan sama makhluk yang namanya lelaki kok, pernah. Tapi, buat apa menjalin hubungan? Ya, selagi hidup masih layak diperjuangkan sendiri, kenapa harus repot-repot cari tanggungan lain buat diselesain?
Terakhir, saya pernah suka sama orang. Atau kagum. Dan sekarang pun mungkin hati saya menyimpan satu nama. Tapi, buat apa saya kasih tau ke dia? Cukup saya doakan. Kalau jodoh, alhamdulillah. Kalau enggak, ya saya bukan yang terbaik buat dia dan sebaliknya, pasti ada yang terbaik untuk kami berdua.
Ada satu kutipan bagus buat temen-temen yang lagi jatuh cinta, 
Kadang, mencintai seseorang hanya perlu memastikan orang itu berada dalam kebaikan. Itu lebih berarti dibanding dia selalu ada disisimu...dalam keburukan (Putri Turandokht dalam Muhammad 2)
Tidak salah mengagumi seseorang, tapi jika belum saatnya, simpan saja rasa itu. Banyak hal lain yang harus dilakukan anak muda, mintakan yang terbaik pada Sang Perencana. Sibukkan diri dengan hal bermanfaat. Semoga sibukmu dan sibuknya menuntun kalian ke hal yang bermanfaat.
Semoga bermanfaat

thoughts

Mengingatkan

February 27, 2017

Saya lagi pusing-pusingnya proposal, dan kadang ada aja cobaan yang datang. Yang bikin pikiran saya terbagi. Bukan masalah sepele, masalah yang cukup besar. Dan sungkan rasanya saya kemukakan, cukup saya dan Allah yang tau. Tapi saya perhatiin, kok saya makin sering update snapgram? wah. Ini racun banget. Saya harus stop kebiasaan ini secepatnya. Kenapa? walaupun ini saya lakukan di waktu senggang, tapi rasanya apa-apa nggak afdhol kalo nggak disnapgramin. Mulai besok saya akan kurangi frekuensinya.
Tulisan ini tidak bermaksud menyindir ataupun memojokkan, hanya sebagai refleksi diri dan pengingat, kalau-kalau saya khilaf, saya tinggal buka dan baca. Malu, dong. Udah pasang target malah nggak sanggup.
Bukankan dalam hidup kita butuh saling mengingatkan?
Semoga (tetap) bermanfaat :)

random

Persepsi

February 23, 2017

Pos kali ini pendek aja. Cuma mau nulis apa yang terlintas di benak, jangan mudah mempersepsikan sesuatu sebelum kamu lihat sesuatu itu di habitat aslinya. Bisa jadi dia bijak, pendiam, kalem, karena dia belum deket atau jaim sama kamu. Tapi lihat dia sama teman-temannya. Begitu interaksi kamu sama dia kalau kamu udah deket sama dia. Tapi kalau kamu baru kenal gitu aja (apalagi cuma pake media sosial, atau chatting) belum tentu dia begitu.
Semoga bisa mengambil manfaat.


life

Ruang Sendiri

February 22, 2017


Postingan ini bukan ngebahas lagunya Tulus ya, bukan. Tapi pengen berbagi pengalaman aja.
Ada seseorang yang cerita ke saya, kalau dia lagi suka sama seseorang (yap, suka. Baru suka, loh). And good news, gayung bersambut. Cowok itu juga ngeh dan deketin dia. Setelah pendekatan yang intensif sepertinya cowok itu makin suka deh sama ini temen. Tapi.... Lain hal dengan si cewek (temen saya). Dia malah ngerasa makin hambar. Makin nggak ngerti sama apa yang lagi dilaluinya. Atau tepatnya, dia udah ilfeel sama cowok itu. Dan cowok itu malah makin suka ke dia, dengan segala kelemahlembutan, kebaikan, dan kepintaran temen saya (tambahan, dia cantik). Akhirnya dia memutuskan untuk menjauh dan pamit. Selesai.
Masalahnya, menurut dia ini udah kali kesekian dia begitu. Selalu mengalami hal yang sama, dan menurut saya kualitas cowok-cowok yang ngajak dia kenalan itu cukup oke lah buat dijadikan pendamping hidup. Katanya, dia selalu ngeliat kekurangan cowok-cowok itu. Ada yang pinter, tampang oke, kurangnya anu. Baiklah, karena saya suka berbaik sangka, saya harap itu adalah cara Allah menjauhkan teman saya dari cinta yang salah, sampai ada lelaki yang mendekatinya dengan cara yang baik (baca: datengin Papanya dia). Kalau itu saya juga mau sih. Tapi jangan sekarang, semoga di waktu yang tepat dan orang yang tepat (semoga ada yang meng aamiin kan). 
Balik ke masalah temen saya, dia berharap punya pacar. Alasan dia pengen pacaran sepele : nyobain gimana rasanya punya tukang ojek yang mau anter jemput kesana kemari, mau nemenin makan, mau ngapain pun ada pacarnya yang nemenin, itu bayangan dia. Dan saya? cuma bisa senyam senyum aja karena saya juga nggak tau gimana rasanya punya pacar. Dan saya ngerasa oke oke aja sendiri.
Dari curhatan temen saya, saya jadi mikir.
Kok aku seneng-seneng aja ya sendiri?
Apakah saya abnormal? Tentu tidak. Maksudnya, saya rasa hidup saya masih pantas saya perjuangkan sendiri. Masih bisalah saya nyelesein masalah-masalah hidup saya, dan rasanya belum perlu ditambah dengan masalah hidup (berdua) lainnya. Lagian saya masih muda, baru juga 22 tahun. Masih banyak hal yang pengen saya lakukan sendiri, atau bareng temen-temen saya. Terus jadinya saya mikir "emang kalo punya pacar semuanya dilakuin bareng gitu?" bukannya si pacar bakal punya kesibukan lain? Terus, minta anter sana sini nggak pake duit? Bensin gitu. Secara si pacar dalam bayangan saya ini masih kuliah dan pastinya masih dalam pembiayaan orangtuanya. Dan pasti kalau punya pacar, dia bakal ngegerecokin nanya lagi dimana, Padahal saya butuh banyak ruang sendiri, kalau boleh jujur. d

poem

Aku Ingin

February 21, 2017

"Aku ingin mencintamu dengan sederhana;
 dengan kata yang tak sempat diucapkan
 kayu kepada api yang menjadikannya abu
 Aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
 dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
 awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"
― Sapardi Djoko Damono

thoughts

Perlukah? (Part 1)

February 21, 2017

(Image source: Google)
Saya nggak tau kenapa, tapi rasanya people nowadays tends to showing-off their spouse (atau dalam kasus ini bukan cuma pasangan yang legal secara hukum/agama, tetapi juga pasangan dalam artian 'pacar') di media sosial. Ya, kalau satu atau dua foto dengan frekuensi yang jarang sih gapapa masih bisa dimaklumi, mungkin jarang-jarang bisa ketemu (?) tapi menurut pengamatan saya yang awam ini, beberapa kenalan yang saya follow hampir tiap ngepost selalu sama pasangannya. Dan pernah suatu kali saya mikir (soalnya saya baru kenal dia) "nih orang udah nikah ya?" karena postingannya itu tiap saat bareng ama si pasangan. 
Saya bukannya mau ngurusin hidup orang lain atau gimana, toh hidup saya juga gitu-gitu aja, nggak sempurna. Cuma rasanya gatel aja liatin yang begituu... Maksudnya, perlu gitu ya, showing off kemesraan dengan pasangan di medsos? Apa sih untungnya buat yang ngeliat? Atau buat yang ngepos? Biar ngasih motivasi nikah dosis tinggi? (bisa jadi, ini bagi yang udah nikah dan rasanya kebanyakan begini) ataau... mau nunjukkin ke dunia "ini gue ama pacar gue, cocok kan? langgeng kan? mirip kan?" sekali-sekali boleh lah ngepost foto berdua, tapi kalau keseringan, kasihan yang liatnya. Serius. 
lah kalo gitu tinggal unfollow aja. Gitu aja kok repot!
Iya, iyaa.. Kalau saya sebagai pihak yang cuma menikmati feedsnya sih gampang yaa. Cuma disini saya pengen nanya
Perlukah?
Iya, se urgent apa sih hal itu? Ada manfaatkah? Saya sempet nanya ke salah seorang teman yang emang suka upload foto tipe begitu. Katanya sih seneng aja liatnya. Kan jadi kenangan gitu. Album foto online. Boleh jadi iya. Tapi, kalau statusnya pacaran? Lain halnya kan? Sering saya dapati gallery temen saya yang dulu penuh foto berdua, dan sekarang udah hilang semua. Kemanakah foto-foto itu? Usut punya usut, beliau berdua udah nggak sama-sama lagi alias putus. Dan rasanya kalau begitu kasusnya nggak perlu orang dengan nalar yang baik deh buat nganalisisnya.
Nah, salah satu dampaknya kan itu. We need privacy, aren't we? Nggak semua hal kita pengen kasih tau ke publik, cukup orang terdekat atau significant others kita yang tau hal begituan. Nggak pengen kan semua orang mulai dari temen SD,SMP,SMA, dan tetangga yang follow kita pada tau hubungan kita kandas?  Sama halnya kayang kamu nggak pengen oranglain tau habit kamu yang nggak banget. Ujung-ujungnya nggak enak kan, pasti ada aja yang gosipin kalo udah begini.
Atau, kalau kemesraan sama pasangan diumbar terus, bukannya udah nggak istimewa lagi rasanya, ya? Kalau sesekali nggak papa lah, namanya juga manusia. Wajar. Tapi kalau tiap saat? Have you ever consider your follower's feelings or thoughts? Mungkin mereka eneg juga. Atau bosen. Sebagian mungkin nggak masalah.
Sebenernya masih banyak yang mau saya tulis, ada juga buku dan artikel yang mau saya share. InsyaAllah saya sambung lagi.
Semoga bermanfaat:)

Popular Posts