random

Manusia Instagram

August 18, 2017

Berdasarkan pengamatan amatiran saya, orang jaman sekarang mudah sekali menilai orang yang lainnya hanya dari potongan kecil kehidupan yang 'muncul kepermukaan'. Kayak, postingan di instagram, instastory instagram, dan printilan instagram. "eh, si anu itu galau melulu ya kerjaannya! liat deh postingannya itu melulu". Sampai-sampai saya mikirnya instagram ini adalah representasi kepribadian si empunya :D Apakah benar begitu?
Bagi saya tidak.
Menurut saya, ada beberapa jenis manusia yang berseliweran di jagad per instagram an. Yang pertama, tipe manusia yang melakukan pencitraan dengan media sosialnya. Dia posting konten-konten yang memang ingin dia tampilkan, dan dengan postingan itu dia berharap, orang yang melihat menganggap dia seperti itu. Weleh, ribet amat bahasanya ya. Simpelnya, dia posting quote galau, padahal dia nggak galau. Tapi, karena dia pengen cari perhatian, maka dia posting lah segala konten galau itu, alhasil direct message dia penuh oleh pertanyaan "Kamu kenapa? Abis putus yah?" dan menjadi bahan perbincangan khalayak (kalau dirasa cukup penting bagi khalayak, pastinya!). Trus dia balasnya "enggak apa-apa kok hehehee"
Yang kedua, tipe yang memang membagikan semua apa yang dia rasakan, dia alami, dia lakukan, dia pikirkan. Intinya, apa-apa dia update. Manusia begini nih yang pasca putus langsung unggah quote-quote bijak.. Dan penilaian khalayak tidak salah, pas dia posting quote patah hati, ya emang dia patah hati. Orang yang mudah dibaca, seperti buku yang terbuka. Dan kalau ditanya, bisa jadi dia malah curhat colongan.
Dan yang ketiga... Dia emang tipe manusia yang membagikan konten, ya karena emang suka, dan pengen posting aja. Dia nggak berharap ada efek lanjutan dari postingannya, kalau dia posting kalimat-kalimat bijak, ya dia pure suka dengan kalimat itu, bukan berarti dia ada di posisi itu. Biasanya orang jenis ini bakal sebel kalo postingannya diomongin dibelakang. Lah wong aku cuma pengen aja. Mesti ya, ada alasan kenapa aku suka?!
Jadi, kalian masuk manusia instagram tipe yang mana? Yang jelas, tipe apapun kalian, semoga semua akun media sosial kalian dapat dimanfaatkan dengan sebijak-bijaknya. Jangan kayak saya, isinya follow olshop doang :'D

sepenggal cerita

Alanna

August 18, 2017

Gadis itu duduk di tepian tempat tidurnya. Perasaannya campur aduk. Cemas, tapi bahagia. Ada perasaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dan perutnya terasa melilit, namun bagaimanapun, hari ini, untuk pertama kalinya ada seorang lelaki yang akan datang ke rumah, menemui ayahnya. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah teman satu komunitas relawan yang sudah diakrabinya saat masih berstatus mahasiswa tahun akhir. Alan namanya. Ia tidak pernah begitu dekat dengan lelaki manapun, termasuk Alan.
Ah, mari kita flashback sebentar. Pertemuannya hanya saat rapat dan bila ada agenda. Mereka pun tidak satu divisi, jadi jarang bertemu. Namun, siapa sangka. Alan ternyata diam-diam memperhatikannya. Dan tidak sulit bagi Alan untuk menghubunginya. Pertama-tama, hanya menyapa. Bertanya tentang buku-buku yang dibacanya, karena Rianna, nama gadis itu, sangat suka membaca. Dia tau Alan hanya berbasa basi, karena Alan, walaupun ia cerdas, bukanlah penggemar berat buku seperti dirinya. Paling banter juga baca komik, dan selebihnya baca buku kuliah dan listrik-listrik itu. Alan lebih suka praktik lapangan, seperti membuat alat-alat atau apapun yang Rianna tidak paham. Ia mendengar itu dari teman-temannya yang sering heboh membicarakan Alan. 
Pesan-pesan itu mulai sering berdatangan, kadang Rianna bingung sendiri membalasnya. Kadang, ia biarkan saja pesan itu semalaman. Dan ia balas diwaktu yang ia rasa Alan tidak akan langsung membalasnya. Bikin pusing saja. Rutuknya. Aku udah dipusingkan sama proposal yang belum kelar dan target wisuda. Nggak ada waktu mikirin itu. Pikir Rianna sebal.
Namun itu setahun yang lalu, kini Rianna sudah menyelesaikan studinya, dalam waktu empat setengah tahun. Dan kini ia sibuk belajar membuat kue, sambil mendaftar kerja. Nama Alan sudah tak lagi teringat olehnya. Alan pun dengar-dengar sudah bekerja di salah satu perusahaan milik negara. 
Usia Rianna mendekati 24 tahun bulan September ini. Masih muda, memang. Namun, jangan lupa. Merupakan tradisi disini orang-orang bertanya mengenai hubungan asmara seseorang dan ingin tau apakah orang tersebut sudah punya calon. Salah satu topik menarik, memang. Rianna salah satu korbannya. Paman dan bibinya seringkali bertanya pada ayah dan ibunya, apakah Rianna sudah punya calon. Mereka cuma senyum dan jawab "dia mau bisnis kue dulu katanya".
Rianna belum begitu memikirkan kenapa dirinya sampai saat ini masih sendiri, dan dia nyaman-nyaman saja. Dia belum pernah pacaran, bukan karena dia sangat amat menentang pacaran. Memang, pacaran itu tidak diperbolehkan agama, dan ia tau. Namun, disamping itu, ia memang tidak pernah kepikiran untuk pacaran ataupun hubungan sejenisnya. Baginya, itu buang-buang waktu, dan uang. Cukuplah jika tiba waktunya, mungkin lelaki itu akan datang. Berkat santainya ia akan hal itu, ibunya kadang gemas melihatnya. "Kalau nggak kamu cari, gimana dapatnya. Dijodohin pun nggak mau" tapi Rianna selalu punya alasan.
Sebenarnya, tidak sedikit lelaki yang mencoba mendekatinya, selain Alan, tentu. Ada yang sudah hampir datang kerumah, tapi ia tolak. Dan dengan begitu teman-temannya selalu bilang dia pemilih. Rianna tidak peduli. Ia yakin, bila tiba saatnya, maka perasaan 'berbeda' itu akan hadir.
Kini, Rianna sudah membuka orderan kue, meskipun kecil-kecilan, cukup baginya untuk tidak meminta uang lagi kepada orangtuanya untuk keperluan sehari-hari. 
Dan saat sedang merekap orderan, smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja berbunyi. Ada whatsapp.
"Mba, masih bisa order kuenya? Untuk tanggal 4 Juli
Eh, maaf ketinggalan. Assalamu'alaikum."
 "Wa'alaikumsalam"
"Iya, masih bisa. Mau pesan kue apa?"
"Yang paling enak apa mbak?"
"Yang paling sering dipesen sih oreo cheese cake"
"oo.. itu mbak suka?"
"hah? Maksud?"
"iyaa.. mbak suka ndak oreo cheese nya?"
"kalau saya pribadi suka yang ogura cheese cake. Saya kurang suka yg terlalu manis"
"ooh, kalau itu saya pesen yang ogura aja deh mbak. berapa mba?"
Rianna menyebutkan harganya.
"oya mau di jemput ketempat atau via gosend?"
"biar saya jemput aja mbak. tanggal 4 sore bisa ya, mbak?"
"bisa. bentar, saya kasih alamatnya dulu"
Setelah mengirimkan alamatnya, Rianna kembali melanjutkan aktivitas yang sebelumnya. Tapi, dia lupa. Pakai kartu ucapan nggak ya dia. Pikirnya. Ada juga pelanggan yang baru ingat saat hari H, kepepet cari kartu ucapan, dan jadinya kurang bagus. Ah, nggak usah tanya deh. 

sepenggal cerita

#2

August 15, 2017

150817
//
Saat rupa tak lagi kau nomer satukan,
saat ketaatan pada Rabb-nya kau kagumi
saat itulah kau sadar
bukan seorang yang menghadirkan degub kencang
bukan seseorang yang membuat pipi merona
tapi, dia
yang meneduhkan dan menaungilah yang kaucari
karena rumah yang kau cari
perasaan itu haruslah menetap
bukan sekejap
//

life

Wanita dan Pendidikan

August 13, 2017


Akhir-akhir ini, ada postingan viral mengenai pendidikan dan wanita, bahwa wanita tidak perlu menempuh pendidikan yang tinggi, percuma wanita sekolah tinggi-tinggi sampai S3, S teler... Dan entah saya yang salah tangkap, sepertinya inti tulisan itu menyiratkan bahwa wanita yang penting mau dan dapat mendampingi suaminya, di suka maupun duka. Dan itu tidak butuh pendidikan yang tinggi.
Eh?
Jujur, saat membacanya, alis saya jadi naik sebelah. Cukup kaget, di era seperti ini masih ada yang berpikiran seperti itu. Tapi, tentu saya tidak bisa menyalahkan si penulis, dan saya juga tidak menyalahkan bila ada teman-teman yang punya prinsip seperti yang saya sebutkan diatas. Wanita―dan disini konteksnya istri―memang berperan sebagai pendamping bagi suami, dan suami sebagai nahkoda bagi bahtera rumahtangga. Untuk praktiknya, mungkin saya belum bisa gambarkan karena saya sendiri sampai saat ini belum berumahtangga.
Namun, izinkan saya yang pengetahuannya terbatas ini menyampaikan opini saya. Bagi saya pribadi, pendidikan bagi wanita itu bagaikan akar, yang akan menghujam ke tanah, menyerap sari-sari makanan sehingga tanamannya bisa tumbuh subur dan berbuah lebat, dengan rasa yang nikmat. Begitu pula pendidikan, ilmu yang seorang wanita dapatkan kelak akan berbuah manis, tidak hanya bagi wanita tersebut, bisa jadi manfaat untuk suami, anak-anak, dan masyarakat. Mengenyam pendidikan itu, bukan hanya masalah materi yang didapatkan saat duduk manis di bangku perkuliahan, tapi lebih banyak didapatkan saat proses menempuh pendidikan tersebut. Lets say, saat berorganisasi, KKN, atau menjalankan praktik lapangan. Dengan bertemu orang-orang baru juga memperkaya pengalaman dan pengetahuan. 
Saya juga meyakini, wanita yang memiliki pendidikan terbaik, akan mendidik anak-anaknya dengan baik pula. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ibu dengan pendidikan yang baik tentu akan memberikan pengajaran terbaik bagi anaknya. Pendidikan bukan semata-mata untuk memenuhi ego pribadi dan untuk dibangga-banggakan, seorang wanita dengan pendidikan yang baik tentu memiliki jiwa ingin belajar dan rasa ingin tau yang baik, serta orang yang senantiasa mau menerima informasi dan pengetahuan yang akan memperkaya dirinya. Bukan hal yang mudah lho melanjutkan pendidikan lagi, belajar lagi, bersusah-susah penelitian lagi, perlu upaya ekstra lho, ngomong-ngomong.
Dan yang terakhir, pesan bagi setiap lelaki: jangan minder duluan. Saya adalah salah satu wanita mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan saya ke pascasarjana. Banyak banget yang ngasih wejangan "mi, gak usah S2 dulu. Ntar nggak ada cowok yang mau"Atau "S2? Nanti cowok pada takut. Ntar telat nikah" Yah, belum tentu mau lanjut atau enggak, udah ditakut-takutin duluan.Ya Allah :') Beneran, tujuan saya S2 pure karena saya pengen mendalami bidang saya. Bukan, bukan untuk bangga-banggaan, bukan pula untuk menyaingi lelaki, apalagi bikin laki-laki takut :(
Bagi lelaki, jadilah laki-laki yang berprinsip dan penuh tanggung jawab. Jangan jadi lelaki yang belum apa-apa udah takut, minder duluan, merasa ndak pantes. Ada lho lelaki begitu, padahal bisa jadi gayung bersambut, kan?Sekian coretan saya di Minggu yang cerah ini, semoga masih bertemu di Senin!

sepenggal cerita

#1

August 11, 2017

110817
//
Akan tiba waktu dimana kau tak lagi sendiri ketika terjaga di pagi hari,
akan tiba waktu dimana kau tak perlu masak mie instan untuk sarapan pagi,
akan tiba waktu dimana baju-bajumu tak lagi terserak, tak jelas yang mana yang bersih dan yang mana yang kumuh,
akan tiba waktu dimana saat susahpun terasa senang,
akan tiba waktu dimana malam tak lagi sepi,
akan tiba waktu, dimana ada yang bertanya kapan kau pulang
tenang, akan tiba waktunya
untukmu,
sang penanti sejati
//

thoughts

Mengeluh

August 11, 2017


Adakah diantara teman-teman yang punya kenalan kerjaannya ngeluuuuuh terus. Ngeluh pangkat tiga, kerjaannya ngeluh. Kalo nggak ada yang bisa dikeluhkan, dia mulai mencari-cari celah untuk bisa mengeluh. Atau, itu kamu sendiri, si tukang ngeluh?
Hayoo, ngakuu :D
Saya juga masih suka ngeluh, sejujurnya. Cuaca panas banget lah, hujan lebat banget lah, anginnya kenceng banget lah, mungkin yang denger mikir: maunya apa sih nih anak -_- Dan pada akhirnya saya diem dan muak denger keluhan saya sendiri.
Menurut saya, ngeluh itu penyakit. Soalnya, kalau udah terbiasa ngeluh, akan terbentuk habit kita untuk terus mengeluh. Nggak peduli senyaman apa suatu tempat, atau sesejuk apa udara diluar, kalau udah kebiasaannya ngeluh, pasti ada aja yang dikeluhkan. Dan jeleknya lagi, kebiasaan ngeluh itu secara nggak disadari bisa melukai hati oranglain. Contohnya, lagi ditraktir bakso sama temen sebagai syukuran gaji pertamanya dia, dan warung bakso ini emang langganan si temen nih, dan dia selalu ngebanggain bakso favoritnya tersebut. Pas pesanan dateng, si tukang ngeluh ini alisnya keangkat sebelah trus komen "baksonya kecil-kecil banget" "iiih, banyak sayurnyaaa.." kalo temen kita sabar dan tau betul sifat kita ya alhamdulillah, eh taunya itu temen orangnya sensitif banget dan komentar kita si tukang ngeluh itu dicamkannya dihati. Kan bisa repot ya. Bisa-bisa dia nggak mau nraktir kita lagi karena mulut kita yang nyinyir ini. Dan parahnya lagi, pertemanan bisa terusik kedamaiannya karena kebiasaan ngeluh kita.
Mengeluh juga nggak menyelesaikan masalah. Ngeluh skripsi nggak selesai-selesai, karena sibuk mengeluh, bukan sibuk bikin revisi (aduh, itu saya banget). Yang harusnya kita perbaiki, malah sibuk dikeluhkan. Ya nggak selesai-selesai toh mbak.
Dan satu lagi, kebanyakan ngeluh dan tidak mensyukuri nikmat adalah salah satu pertanda kita kufur akan nikmat-Nya, jika sudah syukur itu yang kurang, sebanyak apapun nikmat dan rezeki kita, pasti tidak akan cukup, dan keluhan terus-terusan mengalir.
Yuk, kita syukuri setiap hal-hal kecil dihidup kita. Jangan mudah menganggap remeh dan mencari-cari keburukan tiap hal kecil. Percayalah... ketika hal-hal kecil yang kita keluhkan 'ditarik' dari kita, mungkin kita akan merasa kehilangan dan baru sadar kalau kita butuh hal itu :)
The thing you take for granted, someone else is praying for

life

The Art of Pursue

August 01, 2017


Tahun ini adalah tahun yang cukup hectic bagi sebagian dari kami. Ada yang sibuk skripsi, ada yang masih sibuk sama kuliahnya, ada yang udah wisuda dan apply S2 di Universitas luar Sumatera, ada yang cari kerja lamar sana-sini, dan ada yang (sepertinya) siap-siap untuk...dilamar. Dan masih banyak lagi. Ketika bertanya kabar ke teman-teman, jawabannya sudah mulai beragam. Yang biasanya kalau ditanya sibuk apa, dan jawabannya juga macam-macam. 
Kalau temen wisuda atau dapat kerja, kita dong yang seneng. Walaupun ada bagian dari hati kecil  yang bilang "kamu kapan?". Dan, pasti ada rasa kehilangan ketika temen wisuda atau merantau. Ada rasa kehilangan yang bersembunyi dibalik euforia kebahagiaan itu.
Dia yang biasanya mudah ditemui, kalau ke kampus ketemu. pulang bareng, sharing hal-hal masalah kuliah dan organisasi, diskusi... ah, satu persatu mulai pergi dan menyisakan rasa rindu. Disinilah teknologi dirasa sangat membantu menghubungkan satu sama lain. 
Ada juga yang sudah menikah. Rasanya kemarin dia masih pergi makan bareng kita, ketawa-tawa bareng, eh, sekarang udah jadi istri orang. Lucu nggak sih?
Dan lagi-lagi bagi yang menyaksikan life stage tersebut, akan menyisakan pertanyaan "aku kapan?"
Well, merasa ditinggal itu wajar, kok. Ketika hal-hal yang biasanya ada di keseharian kita mendadak hilang, pasti ada rasa kehilangan. Apalagi hal itu berkaitan sama diri kita. Pertanyaan-pertanyaan yang bikin sesak dada pasti ada :') Tapi ingat, tiap orang punya timing yang berbeda. Nggak ada jaminan siapa yang paling cepat wisuda, dia yang paling bagus karirnya, atau yang paling pintar diangkatan, pasti cepet lulusnya. Kadang pencapaian di kehidupan nggak selalu punya korelasi yang positif dengan pencapaian lainnya. Tuhan Maha adil. Bisa jadi yang paling mulus karirnya, dia mengorbankan target menikahnya untuk karir. Yang pertama wisuda, mungkin dia udah melalui ratusan malam tanpa tidur dan berkorban banyak hal. Dan, mungkin Tuhan menjauhkan satu hal dari kita, untuk kebaikan kita juga. Misalnya, kalau kita yang paling cepet lulusnya, jangan-jangan kita malah jadi sombong dan lupa diri!
Satu hal yang perlu diingat adalah: usaha. Berusalah semaksimal mungkin. Tentu ada yang harus dikorbankan. Ada juga yang biasanya 'nggak aku banget' tapi harus kita lakukan. Coba ingat-ingat pengorbanan kita sebelum-sebelum ini sehingga kita sampai ditahap yang sekarang.
Percayalah, God's time is perfect. 

Popular Posts