Cinta yang Rasional

October 08, 2017


Kalau kau bilang cinta itu buta, mungkin aku sedikit mengiyakan. Karena, orang yang (maaf) buta, biasanya punya sensitifitas yang lebih baik dibanding yang memiliki penglihatan normal. Jadi, rupanya saja yang tak tampak olehnya, tapi yang lain bisa dirasakan.
Begitu juga cinta. Meski munafik rasanya kalau ku katakan tak melihat tampang. Karena dalam salah satu riset, jatuh cinta selalui diawali oleh pandangan. Bukan masalah rupawan tidaknya, namun hal pertama yang dilihat seseoranglah yang bisa mengawali satu perasaan. Mengawali ketertarikan. Jadi, mungkin cinta tidak buta-buta amat.
Tapi bagiku, cinta haruslah rasional. Entah egoku yang terlalu tinggi, entah aku yang terlalu banyak teori. Cinta tidak ngoyo. Cinta tidak membenarkan yang salah. Cinta, harus sejalan dengan prinsip yang kupegang.
Misalkan, aku cinta pada seorang lelaki. Boleh dikatakan dia hampir sempurna, dan dia juga memiliki perasaan yang sama. Namun, secinta-cintanya aku padanya, jika kelak dia meneruskan aktivitasnya yang bagiku merusak dia dan masa depannya, setelah puluhan kali kuingatkan, aku lebih baik mundur. Aku bukan anak remaja yang ngoyo. Mesti sama dia. Kalau aku sudah coba, dan ternyata sepertinya tidak mungkin hidup seperti itu dengannya, aku pergi. Lebih baik aku sakit hati di awal, sedih, nelangsa, namun aku bangkit lagi. Daripada aku harus menelan kekecewaan seumur hidup bersama orang yang salah.
Cinta diumur segini, bagiku haruslah begitu.
Mencari orang yang mau tumbuh dewasa denganmu, mau mendengarkan dan memperbaiki dirinya. Dan untukku, aku juga harus mau memperbaiki diriku. Walau sama-sama tak sempurna, tapi ketidaksempurnaan itulah yang sama-sama membuat kami bisa belajar.
Cinta itu rasional, kok. Kamunya aja yang terlalu emosional.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts